Monday, July 23, 2012

Menoleh Ke Belakang - Kejadian 48:8-16

Allah itu, sebagai Allah yang telah menjadi gembalaku selama hidupku sampai sekarang. —Kejadian 48:15 George Matheson, yang dikenal luas karena himne O Love That Wilt Not Let Me Go (Ya Kasih yang Merangkulku), pernah menulis lagu lain berjudul Ignored Blessings (Berkat yang Terabaikan) dimana ia menoleh ke belakang untuk melihat “jalan yang telah dilaluinya”. Dengan menoleh ke belakang, ia dapat melihat bahwa Bapanya di surga telah setia menuntunnya sejauh ini. Allah punya rencana perjalanan bagi kita masing-masing, suatu “jalan” yang harus kita tempuh (lih. Kis. 20:24 dan 2 Tim. 4:7). Rute perjalanan kita telah terukir di surga dan didasarkan pada maksud Allah yang berdaulat penuh. Namun pilihan-pilihan kita bukannya tidak relevan. Setiap hari kita mengambil beragam keputusan yang besar dan kecil, bahkan beberapa di antaranya dapat mengubah jalan hidup kita. Selain bergumul dengan misteri besar antara kedaulatan Allah dan pilihan bebas manusia, kita juga bertanya: Bagaimana kita dapat memahami jalan yang harus kita tempuh? Kini, jawabannya bertambah jelas bagi saya seiring dengan pertambahan usia dan semakin panjangnya masa lalu yang dapat direnungkan. Dengan menoleh ke belakang, saya melihat bahwa Allah telah setia menuntun saya sejauh ini. Dengan jujur saya dapat berkata, “Allah itu, Allah yang telah menjadi gembalaku selama hidupku sampai sekarang” (Kej. 48:15). Meski awan mendung menyelimuti masa kini dan saya tak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, saya punya kepastian bahwa Sang Gembala akan menunjukkan jalan-Nya kepada saya. Tugas saya adalah mengikuti-Nya dalam kasih dan ketaatan, serta mempercayakan tiap langkah saya kepada-Nya. —DHR Ya Bapa terang dan Pembimbing kami, Dari puncak tiap bukit yang menjulang Biar mataku memandang jalan yang lalu Untuk melihat tuntunan kehendak-Mu. —Matheson Kita dapat mempercayakan masa depan yang tidak kita ketahui kepada Allah kita yang Mahatahu. 灵命日粮:再回首 - 创世记48章8-16节 著名诗歌「不忍弃我,伟大的爱」的作者乔治•马得胜(George Matheson),曾写下另外一首诗歌「被忽略的祝福」。在这首诗歌里,他回想过去的一切。正因着回首过去的日子,他才明白,一路上天父都在引领着他。 上帝为我们每个人都安排了行程,我们都有一条当跑的路(使徒行传20章24节;提摩太后书4章7节)。我们一生的路程早已经按着天父的主权与心意定好了。 但是我们自身的选择,也并非无足轻重。我们每天都在作大大小小的决定,有些决定甚至会带来改变一生的结局。暂且不管上帝的主权与人的选择这个令人困惑的奥秘,我们的问题在于,该如何判别要走哪条路? 对我来说,这个问题的答案已逐渐显明,因为我现在年纪较长,有较多的往事可以回顾。 回想过去的日子,我看见上帝一路上都在带领我。我可以很肯定地说:「(上帝)就是一生牧养我直到今日的上帝」(创世记48章15节)。虽然现在乌云密布,我看不见未来可能会发生什么事,但我有一个确据,就是我的大牧者必定会指引我的道路。我唯一的任务,就是在爱与顺服中跟随祂,完全信靠,亦步亦趋。DHR 光照引导的天父, 领我到达顶峰处。 让我回顾来时路, 按祢旨意迈脚步。Matheson 凭着信心,将未知的前途交托给全知的上帝

Monday, July 16, 2012

Penolakan Dan Penyucian : Roma 5:12-21

Sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. —Roma 5:21
Ada orang yang menolak pergi ke dokter karena mereka tidak ingin mengetahui adanya penyakit dalam tubuh mereka. Sejumlah orang menolak pergi ke gereja karena alasan yang sama. Namun penolakan kita untuk mengetahui penyakit yang ada tidak membuat kita sehat, dan penolakan untuk mengenali dosa kita tidak membuat kita suci.

Hukum Romawi dianggap sebagai sumber dari gagasan bahwa sikap tidak mau tahu pada hukum adalah suatu pelanggaran. Namun konsep ini telah ada jauh sebelumnya. Ketika Allah memberikan hukum Taurat kepada orang Israel, Dia menetapkan bahwa dosa yang tidak disengaja pun memerlukan korban untuk pengampunan (Im. 4, Yeh. 45:18-20).

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus membahas masalah penolakan atau sikap tidak mau tahu ini. Ketika orang-orang menolak untuk mengenal kebenaran Allah, mereka berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri (Rm. 10:3). Ketika hidup menurut standar moral kita sendiri, kita mungkin merasa tidak bermasalah dengan diri kita, tetapi hal itu tidak membuat kita sehat secara rohani. Hanya ketika kita diukur menurut standar kebenaran Allah di dalam Yesus, barulah kita mengetahui kondisi kesehatan rohani kita.

Siapa pun dari kita tidak akan dapat mencapai standar kebenaran Kristus, tetapi syukurlah kita memang tidak harus berusaha mencapainya. Dia mengaruniakan kebenaran-Nya kepada kita (5:21). Kabar baiknya adalah, ketika kita mengetahui penyakit rohani kita, Sang Tabib Agung dapat menyembuhkan kita. —JAL

Tabib Agung, Engkau mengenal hatiku. Aku bersujud di

hadapan-Mu sekarang dan memohon agar Engkau menunjukkan
kepadaku sikap atau perbuatanku yang tidak menyenangkan-Mu.
Sucikan diriku dan sembuhkanlah aku.

Allah adalah Sang Pengukur dan Tabib bagi kesehatan rohani kita.
 
 

Kesaksian Terbaik Kita Yohanes 9:13-25
Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat. —Yohanes 9:25
Dalam perjalanan selama 8 jam dengan kereta api, saya duduk di sebelah seorang duta besar Amerika Serikat yang telah pensiun. Kami pun segera terlibat dalam perdebatan setelah ia menghela napas sewaktu saya mengeluarkan Alkitab.

Saya langsung menanggapinya. Awalnya, kami saling bertukar kalimat singkat untuk mempertahankan pendapat kami. Namun, lambat laun, percakapan kami diwarnai dengan kisah hidup kami masing-masing. Rasa ingin tahu begitu menguasai kami berdua sehingga kami justru saling mengajukan pertanyaan dan bukan lagi berdebat. Sebagai lulusan jurusan ilmu politik dan pemerhati soal politik, saya pun tertarik mendengar tentang karirnya, dimana ia pernah dua kali menjabat sebagai duta besar yang berperan penting.

Anehnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya adalah tentang iman saya. Bagaimana saya menjadi “seorang percaya” adalah hal yang paling menarik baginya. Perjalanan kami pun berakhir dalam suasana bersahabat, bahkan kami pun saling bertukar kartu nama. Setelah turun dari kereta api, ia berpaling kepada saya dan berkata, “Menurutku, bagian terbaik dari argumen Anda bukanlah apa yang Anda pikir dapat dilakukan Yesus bagi saya, melainkan apa yang telah dilakukan-Nya bagi Anda.”

Dalam Yohanes 9, sama seperti di atas kereta api itu, Allah mengingatkan bahwa kesaksian kita yang terbaik adalah pengalaman yang kita alami sendiri, yakni perjumpaan pribadi kita dengan Yesus Kristus. Berlatihlah menyaksikan kisah iman Anda kepada sahabat dekat dan orang-orang yang Anda kasihi, agar kemudian Anda dapat menceritakannya dengan jelas kepada orang lain. —RKK