Tuesday, January 10, 2012

Terpendam Kolose 1:27 2:3

Sebab di dalam [Kristus] tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan. —Kolose 2:3

Seorang pemburu harta karun asal Inggris menemukan sejumlah besar koin Romawi kuno yang terkubur di sebuah lapangan di bagian barat daya Inggris. Dengan menggunakan sebuah detektor logam, Dave Crisp menemukan sebuah panci besar berisi 52.000 keping koin. Koin perak dan perunggu kuno dari abad ketiga Masehi yang beratnya lebih dari 158 kg ini diperkirakan bernilai sebesar $5 juta.

Harta yang ditemukan Crisp mungkin membuat kita bermimpi untuk menemukan kekayaan yang serupa. Namun, sebagai orang Kristen, kita harus memburu harta karun yang berbeda. Apa yang kita cari bukanlah harta yang terdiri dari emas dan perak. Perburuan kita adalah untuk mengumpulkan permata wawasan yang berharga agar kita dapat memperoleh “segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, sebab di dalam Dialah tersembunyi segala hikmat dan pengetahuan” (Kol. 2:2-3). Harta karun tersembunyi berupa pengenalan yang lebih lengkap akan Tuhan dapat ditemukan dalam Alkitab.

Pemazmur mengatakan, “Janji-Mu membuat aku gembira, seperti seorang yang menemukan harta” (Mzm. 119:162 bis).
Jika kita membaca firman Allah dengan tergesa-gesa atau sembarangan, kita akan melewatkan wawasan-wawasannya yang mendalam. Kebenaran demi kebenaran ini harus dicari dengan sungguh-sungguh seperti halnya seseorang dengan teliti mencari harta karun yang terpendam.
Apakah Anda sangat ingin menemukan segala harta karun yang tersimpan di dalam Kitab Suci? Mulailah menggali! —HDF

Saat membaca firman Allah, dengan sungguh cermatilah,
Untuk menemukan harta kekayaan yang terpendam di dalamnya;
Renungkanlah setiap baris dan perhatikan setiap ajaran,
Lalu terapkanlah dengan rasa takut yang sungguh. —NN.



Semua Baik Mazmur 46,2:4
Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. —Ibrani 13:5

Baru-baru ini, saya dan suami bertemu kembali dengan seorang pemuda yang pernah kami kenal bertahun-tahun yang lalu ketika ia masih kecil. Dengan gembira, kami mengenang kembali sebuah acara Natal ketika Matthew menyanyikan—dengan suara sopran anak laki-laki yang sempurna—lagu All is Well (Semua Baik) karya Wayne Kirkpatrick dan Michael W. Smith. Sungguh suatu kenangan indah tentang sebuah lagu yang dinyanyikan dengan sangat merdu.

Semua baik, semua baik;
Angkat suara dan pujilah.
T’lah lahir kini Imanuel,
Lahir Tuhan Juruselamat kita.
Puji Haleluya, Haleluya, semua baik.


Mendengar lirik lagu tersebut pada masa Natal sungguh memberikan penghiburan bagi banyak orang. Namun, sejumlah orang tidak dapat menangkap pesan dari lagu tersebut karena hidup mereka sedang ada dalam kekacauan. Mereka telah kehilangan seseorang yang mereka kasihi, kehilangan mata pencaharian, menderita penyakit serius, atau mengalami depresi yang tidak mau pergi. Hati mereka berteriak dengan keras, “Semuanya tidak baik—tidak ada yang baik bagi saya!”

Akan tetapi, bagi kita yang merayakan kelahiran Juruselamat kita— meski jiwa kita mungkin berada dalam kekelaman—semuanya itu baik oleh karena Kristus. Kita tidaklah sendirian dalam penderitaan kita. Allah berada di sisi kita dan berjanji tidak akan meninggalkan kita (Ibr. 13:5). Dia menjanjikan bahwa kasih karunia-Nya cukup bagi kita (2 Kor. 12:9). Dia berjanji untuk memenuhi segala keperluan kita (Flp. 4:19). Dan Dia menjanjikan kepada kita anugerah hidup kekal yang luar biasa (Yoh. 10:27-28).

Ketika kita merenungkan kembali janji-janji Allah, kita dapat sepakat dengan penyair John Greenleaf Whittier, yang menulis, “Di hadapanku, bahkan di belakangku, Allah selalu hadir, dan semuanya menjadi baik.” —CHK


Damai Kolose 1:19-29
Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah . . . , sekarang diperdamaikan Nya. —Kolose 1:21-22

Pada masa hidup Adam dan Hawa, kedamaian sirna. Segera setelah memakan buah terlarang dan menyadari bahwa mereka telanjang, keduanya mulai saling menyalahkan (Kej. 3:12-13) dan mengawali timbulnya pertikaian di tengah planet Allah yang damai. Yang menyedihkan, semua keturunan mereka, termasuk kita, telah mengikuti teladan buruk mereka. Kita menyalahkan orang lain atas pilihan-pilihan kita yang buruk dan kita marah ketika tidak ada orang yang bersedia menanggung kesalahan tersebut.

Menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan yang kita alami dapat memecah belah keluarga, gereja, komunitas, dan bangsa kita. Kita tidak dapat menciptakan kedamaian karena kita terlalu sibuk mencari kambing hitam.
Natal adalah masa damai. Perjanjian Lama menceritakan bagaimana Allah mempunyai rencana untuk kedatangan Sang Raja Damai (Yes. 9:5). Yesus datang untuk memutuskan siklus dosa dan sikap saling menyalahkan dengan cara memperdamaikan kita dengan Allah “oleh darah salib Kristus” (Kol. 1:20). Alih-alih menyalahkan kita atas semua kesulitan yang kita akibatkan, Dia justru menanggung kesalahan kita semua. Sekarang Dia merekrut para pengikut yang, oleh karena telah menerima pengampunan-Nya, ingin supaya orang lain menerimanya juga.

Ketika kita menerima pengampunan dari Allah, kita kehilangan keengganan kita untuk mengampuni orang lain. Dan ketika kita hidup dalam damai dengan Allah, kita pun rindu untuk berdamai dengan sesama. Kita dapat memberi sekaligus menerima hadiah “damai” di masa Natal ini. —JAL

Di masa Natal kita merayakan
Kehadiran Sang Raja Damai;
Meski kini dunia kita penuh perselisihan,
Suatu hari Dia akan menghapuskan semua pertikaian
. —Sper