Sunday, September 23, 2012
Kebersamaan Keluarga (Efesus 4:1-16)
Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera. —Efesus 4:3
Saya, suami, dan anak-anak memiliki kebiasaan keluarga yang mengasyikkan. Ini terjadi ketika kami berada di rumah dan salah seorang dari kami berteriak, “Berpelukan!” Mendengar itu, biasanya kami segera berkumpul di dapur, lalu saya memeluk anak-anak dan suami saya melingkarkan lengannya di sekeliling kami. Inilah cara kami menunjukkan kasih sayang dan menikmati suatu momen singkat dalam kebersamaan keluarga.
Walaupun kami menikmati momen berpelukan bersama yang sesekali waktu tersebut, tidaklah selalu mudah untuk mempertahankan kesatuan tersebut di antara kami. Bagaimanapun, setiap pribadi di dalam keluarga kami itu unik. Masing-masing dari kami memiliki kebutuhan, kemampuan, dan sudut pandang yang berbeda—demikian juga dalam keluarga Allah (Ef. 4:11-12).
Meski ada perbedaan yang tak terelakkan dengan saudara seiman lainnya, Paulus mendorong kita untuk berusaha “memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (ay.3). Keselarasan dengan orang Kristen lainnya itu penting karena hal tersebut mencerminkan kesatuan antara Yesus dengan Bapa-Nya di surga. Yesus mendoakan pengikut-pengikut-Nya: “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau” (Yoh. 17:21).
Ketika masalah muncul di tengah keluarga Allah, Alkitab berkata bahwa kita harus menanggapinya dengan “rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu” (Ef. 4:2). Inilah cara untuk mengalami kebersamaan keluarga dengan saudara seiman kita. —JBS
Aku berdoa, ya Allah, singkapkanlah
Apabila aku telah membawa perpecahan,
Karena Kau menghendaki anak-anak-Mu bersatu
Dalam pujian dan kasih kepada Putra-Mu. —Branon
Hati kita semua diikat dalam kesatuan oleh kasih Kristus
Hati Anda
Duduklah aku menangis, dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit. —Nehemia 1:4
Menyukai doa Malcom beberapa hari lalu di gereja. Malcom baru berusia 7 tahun, tetapi ia berdiri di depan 100 anak lainnya dan berdoa: “Yesus, terima kasih karena beberapa dari kami bisa bermain sepakbola dan pergi ke gereja, dan untuk penyertaan-Mu dalam perjalanan tadi, dan untuk pengampunan atas dosa kami, dan untuk hidup kekal. Kami mencintai-Mu, Yesus. Jangan pernah lupakan seberapa besar kami mencintai-Mu!”
Saya menjadi terharu ketika mendengar Malcom mengutarakan isi hatinya kepada Allah. Sebagai orang dewasa, kita mungkin cenderung berusaha agak memoles doa-doa kita, karena kita berpikir doa tersebut akan terdengar lebih indah di telinga Allah atau di telinga orang-orang di sekeliling kita yang mungkin sedang mendengarkannya. Namun saya pikir Allah pasti senang sekali mendengarkan isi hati anak-anak-Nya.
Hati Nehemia sedang diliputi beban atas nasib Yerusalem, kampung halamannya, ketika ia mendengar berita bahwa bangsanya sedang mengalami kesulitan besar dan bahwa tembok yang mengelilingi kota itu telah terbongkar (Neh. 1:3). Nehemia ingin melakukan sesuatu. Oleh karena itu, ia berbicara kepada Allah mengenai hal tersebut. Ia menaikkan pujian kepada Allah untuk sifat-sifat-Nya (ay.5), memohon pengampunan atas dosa (ay.6), mengingatkan Allah akan janji-Nya (ay.9), dan memohon agar raja memberikan belas kasihan (ay.11). Allah pun memelihara Nehemia dan umat-Nya sampai seluruh proses pembangunan itu selesai.
Apa yang ada dalam hati Anda? Ucapan syukur atau beban? Apa pun itu, Allah yang penuh kasih ingin mendengar isi hati Anda. —AMC
Mari tengadahkan hatimu ke surga;
Ada Bapa yang baik dan penuh kasih di sana
Dia memberi kelepasan dan damai sejahtera
Melalui keheningan doamu kepada-Nya. —NN.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment